SITUS SEJARAH BABAT Desa Wonotunggal Kecamatan wonotunggal Jawa Tengah


Dikisah kan Oleh : KH.Agus Muhammad B.H Bin Kyai Marfu'


بسم الله الرحمن الرحيم


Alhamdulillahilladzi Ja'ala likullidain dawaun wa anzala minal Qur'an mahuwa syafau wassholatu wassalamu 'alamanhuwa khoirul anbiyai Sayyidina Muhammadinilqoili layaruddal qodloi iladdu'ai wa 'ala alihi wa ashabihi wajimi'i warosatihi minal • ulamaissholihin, wala haula walaquwwața illa billahil 'aliyil 'adzim, amma ba'du.
Dengan rahmat Allah SWT, Alhamdulillah kami telah diperkenankan menulis sejarah babat terjadinya "DESA WONOTUNGGAL” dan terjadinya Dusun-dusun yang berada diwilayah Wonotunggal juga persawahan yang ada di Desa Wonotunggal Kecamatan Wonotunggal.
Sehingga sampai sekarang Alhamdulillah masyarakat selalu mengadakan Upacara Selamatan Adat Tradisional / bersih desa. 
Dengan upaya kami menulis sejarah babat Wonotunggal, bermaksud agar sejarah tersebut dapat dimengerti oleh semua kalangan masyarakat dan bisa menjadi tauladan yang baik, untuk bisa diambil khikmahnya dari sejarah tersebut dan mudah-mudahan mendapat ridho dari Allah SWT.

Dari pelajaran pengalaman sejarah desa tersebut diharapkan agar para generasi penerus mempunyai rasa cinta dan wajib untuk membina dan mengembangkan semangat juang guna kesejahteraan, baik perorangan, masyarakat secara umum, bangsa dan negara.
Memperingati khaul atau upacara adat tradisional menurut hemat kami mempunyai makna  yaitu:
  1. Bersyukur kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat-Nya karena itu kita dapat menikmati hasil karya dari nenek moyak kita.
  2. Mengenang kembali atas jasa-jasa nenek moyang kita sebagai pelaku sejarah yang menurut sejarah gambaran dalam pemikiran bagi mereka yang tidak mengetahui sejarah dan perkembangan zaman itu dianggap mustahil.

SEJARAH BABAT DESA WONOTUNGGAL




      Wonotunggal merupakan sebuah Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah, yang terletak disebelah selatan Kota Batang. Disebelah utara Kecamatan Wonotunggal berbatasan dengan Kecamatan Batang, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bandar, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Blado sedangkan sebe!ah barat berbatasan dengan Kecamatan Warungasem. 
          Mata pencaharian penduduk mayoritas dari hasil pertanian sawah dan ladang, dengan pengairan sawah yang cukup melimpah sehingga hasil panen boleh dikatakan mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan juga untuk kebutuhan lainnya. Adat istiadat warisan nenek moyang masih sangat terjaga oleh penduduk, terutama dari anak cucu keturunan pelaku sejarah yang akan kami uraikan dibawah ini. Kalau kita gali, bahwa daerah Wonotunggal sangat potensial sekali untuk dijadikan baik wisata Religi maupun wisata Rekreasi, karena daerahnya yang memilik hawa yang sejuk, kaya akan keindahan alam yang masih alami, juga Makam-makam para Leluhur atau Nenek Moyang yang membuka hutan sehinga menjadi sebuah perkampungan (babat Desa) bahkan,
       sekarang manjadi Kota Kecamatan. Bukan hanya itu, selain mereka orang pertama yang membangun perkampungan, juga sekaligus merupakan orang pertama yang membawa ajaran Agama Islam di daerah Wonotunggal dan sekitarnya. 

 PELAKU SEJARAH
  1. Mbah kyai Singosari (Nompo Boyo) 
  2. Mbah Singo Ranu (Nolo Joyo) 
  3. Mbah Nyai Pandan Sari (Nyai Rondo Kasian)
  4. Mbah Kyai Koro jonggol (Embo jumadi)
  5. Mbah Nyai Sarinten. 
Mereka adalah Putra-Putri Pangeran PrionggoBoyo (Adipati Prangolo)  

PENGIKUT dan PEMBANTU 
  1. Mbah Kyai Sentono 
  2. Mbah Kyai Sutojoyo 
  3. Mbah Kyai Jegut 
  4. Mbah Kyai Suto Bambang (Kyai Suto Depok)
  5. Mbah Kyai Bela Belu Bentulu Aji 
  6. Mbah Kyai Sejo 
  7. Mbah Kyai Bromosari (Anak angkat Mbah kyai Singosari)  
Menurut riwayat dari sesepuh-para sepuh yang dari sanadnya, bahwa orang terebut berasal dari daerah Pesantenan, (yang sekarang dinamakan Kota Pati). 
Dikisahkan bahwa pada tahun 1570 M terjadi peperangan antara Pangeran Prionggoboyo (Adipati Pragolo) Pesantenan dengan Kerajaan Mataram, demi menghindari peperangan akhirnya ke lima orang tersebut (Putra-Putri Adipati Pragolo).
      Pergi kearah barat dan di ikuti tujuh orang pengikut setianya, dikisahkan bahwa perjalanan rombongan yang hendak dituju yaitu ke daerah Banten. Setelah menempuh perjalanan yang amat jauh, rômbongan tersebut sampai di Kademangan Batang, dan rombongan beristirahat disana, yang sekarang di Kademangan terdapat Petilasan Mbah Singosari berupa sebuah Pohon Nogosari, dan sekarang daerah tersebut dinamakan Desa Singongerten Kemudian rombongan melanjutkan perjalanannya dan beristirahat Iagi di Desa Karangdowo.
       Setelah istirahat beberapa saat lalu perjalanan dilanjutkan lagi hingga sampaî di daerah Warungasem, tepatnya di desa Masin (dulu namanya Desa MAHASIN) sebuah Kerajaan kecil, disitu rombongan bertemu dengan "Syekh Tholabuddin” kemudian rombongan disuruh oleh Syekh Tholabuddin untuk melanjutkan perjalanan ke arah Tenggara, dan berangkatlah rombongan ke tenggara dan melewati hutan belantara yaitu hutân Gunung Tugeľ rombongan tinggal di hutan tersebut, Yang sekarang desebut Desa Brokoh. Setelah bermukim beberapa saat di Desa Brokoh, tanpa disadarinya tiba-tiba beberapa Prajurit dari Mataram menyerang rombongan, untuk menghindari terjadinya peperangan akhirnya rombongan meninggalkan Desa Brokoh dan pergi menuju arah Tenggara. Tetapi sebagian para prajurit terus mengejar rombongan Mbah Singosari (Pangeran Nompo Boyo) dan yang sebagian lagi masih di Desa Brokoh untuk menghadapi perlawanan dengan Kyai Bromosari, namun Kyai Bromosari dapat dikalahkan oleh prajurit Mataram.
       Dikisahkan bahwa sebagian rombongan Mbah Singosari (Pangeran Nompoboyo) terhindar dari pengejaran prajurit Mataram, karena perjalanan mereka membelok ke kanan, karena Nyai Sarinten tidak ikut membelok ke kanan maka Nyai Sarinten terus dikejar Oleh prajurit Mataram, karena Nyai merasa kewalahan oleh kejaran prajurit Mataram akhirnya Nyai Sarinten membelok ke kiri dan kemudian berlindung di sebuah Mata air yang sangat rimbun.
       Tetapi apa daya nasib tidak dapat dihindari, keberadaan Nyai Sarinten masih dapat diketahui oleh prajurit Mataram, kemudian Nyai Sarinten dilempari batu (di grudugi) bahasa jawanya oleh para prajurit Mataram, dan timbulah kemarahan Nyai Sarinten yang kemudian Nyai Sarinten melepaskan serangan ajaibnya dengan melepaskan burung-burung Perkutut yang sudah diberi do'a atau mantra sehingga para prajurit yang terkena serangan Nyai Sarinten,
       pada lari tunggang langgang terkena gatal-gatal yang amat, dan ada beberapa prajurit yang menghindar dari serangan tersebut, akhirnya Nyai Sarinten selamat dari kejaran Prajurit Mataram, sumber mata air yang digunakan untuk persembunyian Nyai Sarinten tersebut sekarang dinamakan "BELIK SEGRUDUG".

Komentar

Postingan Populer